AIDS Bukanlah Penghalang
AIDS
merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan merupakan penyakit
yang sangat mematikan. Hingga saat ini, belum ditemukan obat untuk menyembuhkan
HIV/AIDS, karena itulah banyak orang yang takut untuk terkena penyakit tersebut.
Penyakit ini disebabkan oleh virus HIV/AIDS yang dapat menular melalui jarum
suntik yang terkontaminasi, hubungan seks, air susu ibu dan melalui tranfusi
darah. Maka dari itu kita tidak diperbolehkan untuk menggunakan jarum suntik
dua kali, dan melakukan seks bebas karena peluang akan tersebarnya virus AIDS
akan meningkat. Virus ini menyebabkan manusia menjadi rentan terkena penyakit
seperti infeksi dan sulit untuk sembuh dari penyakit yang diderita, itulah
mengapa AIDS merupakan penyakit yang mematikan.
Banyak
orang yang sangat takut untuk tertular sehingga mereka menjauhi dan bahkan
mengucilkan penderita AIDS, padahal tindakan ini sangatlah tidak bijak dan
tidak seharusnya dilakukan. Banyak juga orang yang memandang para penderita
HIV/AIDS sebagai orang yang buruk karena kemungkinan mereka terkena penyakit
itu diakibatkan oleh narkoba atau pergaulan bebas. Padahal para penderita AIDS
membutuhkan dukungan yang lebih dari orang-orang di sekitar mereka, bukannya tindakan diskriminasi. Tetapi hal
ini masih sulit untuk dipahami banyak orang karena mereka sendiri tidak paham
akan bagaimana HIV/AIDS bisa menular dan dampak terhadap fisik serta psikologis
yang ditimbulkan terhadap penderita. Perlu diketahui bahwa HIV/AIDS tidak akan
menular melalui jabat tangan atau air liur, hal inilah yang menjadi asumsi dan
alasan kebanyakan orang untuk menghindari para penderita AIDS.
Terdapat
banyak cara untuk mensosialisasikan kesadaran dan pengetahuan atas penyakit
AIDS kepada masyarakat. Salah satunya adalah melalui seni seperti gambar,
musik, dan film. Berikut merupakan beberapa film yang mengangkat kisah tetang
penyakit AIDS yang dapat membantu orang untuk lebih memahami bukan hanya
tentang AIDS, tetapi juga bagaimana kehidupan penderitanya dan apa yang mereka
hadapi.
Film yang
pertama merupakan film lawas dari tahun 1995 berjudul “A Mother’s Prayers”.
Film ini mengisahkan tentang seorang wanita yang telah memiliki satu anak dan
menjadi orang tua tunggal karena suaminya telah meninggal dunia. Lalu konflik
datang saat ia mengetahui bahwa dirinya telah mengidap HIV/AIDS. Di tengah perjuangannya
dalam melawan penyakit tersebut, ia tetap harus merawat dan membesarkan anaknya
seorang diri, maka dari itu ia membuat pengorbanan dengan memilih untuk
mengesampingkan penyakitnya dan lebih fokus untuk merawat anaknya.
Film
tentang AIDS yang kedua berjudul “Mika”. Film ini merupakan hasil karya anak
bangsa yang dirilis pada rahun 2013. Mengisahkan tentang kisah pertemanan dan
juga percintaan diantara dua orang sahabat, banyak konflik terjadi dalam film
ini. Dikisahkan tentang bagaimana kehidupan dari seseorang yang mengidap AIDS
dan bagaimana hubungannya dengan orang-orang terdekatnya. Film ini mengisahkan
adanya keputusan-keputusan berat yang diambil oleh penderita AIDS untuk menjaga hubungannya dengan orang lain.
Melalui film ini, kita dapat melihat apa saja yang dialami oleh pengidap AIDS
dan bagaimana ia mengatasi tantangan yang menghadangnya.
Film
ketiga dan terakhir berjudul “Nada untuk Asa”. Film yang dirilis pada tahun
2015 ini menceritakan tentang seorang anak yang mengidap AIDS karena tertular
dari ayahnya. Film ini mengisahkan tentang terjadinya penolakan terhadap anak
tersebut bahkan dari keluarganya sendiri. Keluarga dari pihak ibunya menolak
dirinya karena adanya stigma buruk terhadap penderita AIDS. Dapat dilihat bahwa
bahkan diskriminasi dapat terjadi bahkan dari orang terdekat kita, dan tidak
seharusnya hal itu terjadi.
Para
penderita AIDS harus berjuang melawan penyakitnya, berjuang untuk menemukan
semangat hidup. Tanpa adanya perlakuan diskriminasi, mereka sudah sangat
menderita. Sudah seharusnya masyarakat mau membuka mata dan hati untuk lebih
mengenal tentang penyakit AIDS dan penderitanya sehingga dapat memperlakukan
para penderita dengan baik. Maka dari itu yang seharusnya kita lakukan adalah
mendukung mereka, saling bergandengan tangan membantu para penderita untuk
menemukan semangat hidup mereka kembali dan bukannya mengucilkan mereka. (nd)